Anak merupakan anugrah Alloh kepada setiap orang tua yang harus di didik dan dibesarkan. Rasululloh mencontohkan mendidik anak dengan cinta dan kasih sayang. Perhatikan ketika Rasul mencium Hasan dan Husein cucu beliau, ada seorang sahabat yang merasa heran karena Beliau mencium cucunya sehingga keluar sebuah pertanyaan dari sahabat tersebut mengapa Rasul menciumnya karena ia mempunyai 10 orang anak tapi dia belum pernah menciumnya.
Betapa anak sebagai generasi penerus kita mendapat perhatian khusus dan perhatian penuh di hati Rasululloh. Tengok juga kisah seorang ibu yang memarahi anaknya yang balita lantaran telah terlanjur mengompoli jubah Rasululloh. Dengan nada tidak senang Rasul menegur sang ibu sambil memberi nasihat bahwa baju yang kotor itu dapat di cuci sementara hati bocah yang terluka akibat sentakan dan kata keras akan terluka dan akan membekas di hatinya hingga dia dewasa.
Rekan guru yang saya cintai, betapa tauladan yang diberikan Rasululloh begitu indah. Seyogyanya dalam mengajar dan mendidik murid kita di sekolah pun dilakukan dengan penuh cinta.
Melihat dan mencermati keadaan siswa/I kita saat ini yang cenderung mudah marah dan berlaku kurang sopan baik sekali bila kita mencoba mengikuti pembelajaran yang Rasululloh contohkan kepada kita 14 abad yang lalu. Rasululloh sudah memancangkan tiang pendidikan dengan welas asih, menegur dengan cinta tanpa amarah dan kesumat, memberi perhatiaan dan kecupan manis bagi anak-anak. Sehingga murid-murid kita kelak akan selalu mengenang kita sebagai guru yang baik dalam hatinya.
Saya pernah mempunyai sebuah pengalaman ketika mengajar ada seorang anak yang berulah dalam kelas yang mengakibatkan seorang anak yang lain terluka. Anak yang “nakal” itu saya panggil ketika jam istirahat, saya beri nasehat dia. Namun seorang guru yang lebih senior mengatakan percuma memberi nasehat padanya karena dia adalah anak yang berpredikat “bandel”. Benarkah? Benarkah kasih sayang kita selaku orang tuanya di sekolah tidak akan berarti baginya? Tidak mungkinkah nasehat itu akan membekas dihatinya, lebih dalam teringat sepanjang hidupnya,terpatri dalam sanubarinya yang paling dalam untuk lebih memperhatikan nasehat kita itu tinimbang pukulan, cacian, umpatan dan sumpah serapah yang kita ucapkan. Mari kita renungi bukankah buah yang jatuh tidak pernah jauh dari pohonnya? Boleh jadi potret buruknya akhlak generasi muda saat ini (walau tidak semua) merupakan investasi kita ketika kita mendidiknya dulu.
Lingkungan rumah (baca : Orang tua / wali murid) perlu juga kita gugah untuk lebih memberikan kasih sayang dan cintanya penuh bagi anak-anak mereka di rumah sehingga pembelajaran dan pendidikan yang kita lakukan di sekolah memiliki kesamaan visi. Mendidik merupakan kegiatan merubah perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tidak ada pendidikan merubah perilaku yang instant. Dengan kemarahan tidak bisa memperbaiki sebuah hati. Semua harus perlahan-lahan, kasih sayang dan belaian lembut semoga melembutkan hati mereka. Perlu waktu dan kesabaran untuk dapat merubah (baca : meluruskan) akhlak anak didik kita.
Minggu, 08 Maret 2009
Mari Mendidik Anak Didik Kita Dengan Cinta
Langganan:
Postingan (Atom)