Malam pertama Ramadhan, setelah solat kami berangkat ke rumah ibuku. Mengerjakan jamu yang tertunda. Jamu untuk suamiku, yang hipertensi dan osteoporosi. (Resep akan saya tulis di lain hari).
Jamu sudah didapat, maka pulanglah kami ke Bekasi dengan riang gembira. Aku yang membuka pintu pertama kali masuk dengan Basmallah. Meletakkan kardus jamu di meja pun dengan barang- barang yang kami beli.
Sekelabat tampak oleh ekor mataku binatang melata bergerak.
Reflek, berteriak... "Ular.."
Suamiku yang tidak melihat bertanya, "mana?"
"Itu sedang jalan melewati kipas angin. Sekarang ada dibawah kursi".
"Panggil satpam di pos, ini kunci motornya"
"Hati-hati itu ular beracun". Secepat kilat aku sambar kunci motor yang tergeletak di meja ruang tamu. Kubawa motor secepatnya menuju pos satpam.
"Pak, tolong dirumah saya ada ular, kira-kira panjang seginii", kataku sambil merentangkan tangan.
"Saya geli sama ular kamu saja", kata seorang satpam kepada temannya"
"Sebentar saya cari botol dan alat"
Botol didapat tinggal alat yang akan digunakan menangkap ular hidup atau mati. Akhirnya dipilihlah sapu lidi bergagang panjang sebagai alat.
"Sudah siap pak?" Kataku
"Ayo..", kataku sambil menjalankan motorku.
Ternyata di rumah suamiku sejak berjibaku dengan seekor anak kobra. Panjang kira-kira hampir 30 cm.
"Ularnya jenis kobra, sekarang dibawah kursi", ujar suamiku
"Diusir keluar saja, ya pak?"
"Ngaco kamu, nanti masuk lagi. Percuma dong."
Sang satpam memukulkan gagang sapu lidinya ke arah ular. Aku menunggu diluar. Tidak berani masuk. Masih kudengar bunyi buk buk buk.
"Bagaimana pak?" Aku bertanya dari halaman.
"Sudah mati, bu"
"Kepalanya hancurkan. Kataku lagi.
"Sudah"
"Alhamdulillah"
Satpam itu pun keluar dari rumah membawa serokan sampah. Ular didalam serokan sampah itu. Satpam tampak bingung, hendak diapakan ular itu. Akhirnya, ular itu dibakar atas ide pak satpam. Ampunkan kami yang Rabbi, membakar makhlukmu. Aku sadar telah isi hitam berkepal sendok itu menghitam.